TUBAN, dutaperistiwa.com – Abad 21 merupakan simbol dimana setiap manusia dituntut untuk lebih maju, baik dari sisi ekonomi, teknologi, sosial hingga budaya. Namun sayangnya tuntutan kemajuan zaman itu terkadang tidak membawa dampak yang positif malahan sebaliknya terkadang lebih cenderung ke negatif. Terlihat dengan jelas secara kasat mata bagaimana tingginya persaingan hidup di masyarakat seolah-olah malah menjadi mesin pembunuh sendi-sendi Seni dan budaya yang ada di tengah masyarakat itu sendiri.
Dari sekian banyak keanekaragaman seni dan budaya yang ada di pulau Jawa termasuk di Jawa Timur, salah satu provinsi yang memiliki cukup banyak warisan seni tradisional dan budaya lokal mulai sandur, tongklek, kentrung, ludruk, reog dan masih banyak lagi jenis seni dan budaya tradisional lainnya, namun saat ini hanya tinggal beberapa jenis kesenian yang masih bertahan di tengah gempuran budaya asing yang semakin ugal-ugalan dalam merasuki jiwa dan pemikiran pemuda saat ini.
Dalam penelusurannya di lapangan, awak media dutaperistiwa.com mencoba masuk ke Desa Wonosari, salah satu desa di Kecamatan Senori Kabupaten Tuban dan merupakan desa ring 1 karena lokasinya yang berada di kawasan pengeboran minyak milik Pertamina. Disini wartawan dutaperistiwa.com berhasil menemui dua tokoh seni senior dan memiliki nama besar di zamannya, yaitu Miniminarto dan Kirmulan. Keduanya adalah tokoh seni tradisional sandur dan seni drama teater kethoprak.
Dalam kesempatan wawancara tersebut, keduanya memiliki problematika yang hampir sama, dimana keduanya saat ini merasa kesulitan untuk mempertahankan dan melestarikan apalagi mengembangkan seni tradisional yang dulu pernah digelutinya kepada anak-anak zaman sekarang.
“Walah, saat ini sulit sekali mas, jangankan untuk mengembangkan, untuk mempertahankan dan melestarikan saja susahnya minta ampun, karena anak sekarang lebih cenderung suka dan kesenian modern, terutama generasi muda yang ada di desa Wonosari ini mas, padahal dulu Desa Wonosari ini dikenal dengan keanekaragaman seni mulai dari sandur, kethoprak, tongklek, kentrung, tapi saat ini semua kesenian tersebut terasa punah tergerus oleh budaya modern, inilah yang menurut saya pola hidup modern justru berpotensi untuk tidak mengenal siapa jati diri kita sebenarnya. “Ucap Kirmulan sembari tersenyum, Sabtu (30/12/2023).
Sementara itu, di tempat yang sama, Miniminarto pun mengatakan hal serupa dan tak jauh beda dengan apa yang dikatakan oleh sahabatnya Kirmulan, yang merupakan sama-sama penggiat seni di Desa Wonosari.
Menurut Miniminarto, generasi muda seharusnya bisa menumbuhkan dan memunculkan generasi-generasi yang cerdas dan idealis tapi saat ini justru mengalami kemunduran dalam menjaga seni dan budaya warisan para leluhur dan nenek moyang kita.
“Menurut saya, tanggungjawab ini tidaklah mudah, selain pengenalan langsung terhadap masyarakat, stakeholder yang mengampu bidang seni budaya yang ada di kabupaten, provinsi maupun pusat harus berperan aktif untuk mendukung dan mensupport para kreator seni agar bisa membangkitkan dan menumbuhkembangkan seni dan budaya di daerahnya masing-masing sehingga kesenian tradisional warisan leluhur tersebut bisa tetap eksis dan tetap lestari. “Ucap Miniminarto.
Seni dan budaya adalah kekayaan bangsa dan merupakan aset yang sangat berharga. Jika tidak kita, siapa lagi yang akan merawat dan melestarikannya. Seni dan budaya adalah dasar atau akar yang bisa dijadikan sarana persatuan dan kerukunan hidup bermasyarakat, dan dengan cara memahami seni dan budaya sendiri, maka kita akan mampu mengenal pribadi dan jati diri kita. (Marlik)