BLORA, dutaperistiwa.com – Ratusan penambang minyak tradisional di kawasan Sumur Tua Ledok, Kecamatan Sambong, Kabupaten Blora, menyatakan penolakan keras terhadap kebijakan alih kelola sumur warga ke PT Pertamina EP, sebagaimana tertuang dalam memorandum resmi Pertamina EP bernomor No. 053/PPC62100/2025-S0 tertanggal 1 Oktober 2025.
Dalam memorandum tersebut, Pertamina EP melalui Senior Manager Subsurface Development Zona 11, Imam Permadi, menyampaikan rencana persiapan lokasi sumur alih kelola dari timba warga yang dianggap ilegal untuk dikelola oleh perusahaan. Surat itu juga menyebutkan keterlibatan UPN Veteran Yogyakarta dalam studi potensi dan optimalisasi produksi sumur idle di wilayah kerja (WK) PEP Field Cepu Swakelola.
Menanggapi hal itu, para penambang lokal Desa Ledok menggelar pertemuan di pendopo kantor desa pada Jumat malam (10/10/2025). Pertemuan tersebut menghasilkan sikap tegas: menolak segala bentuk pengambilalihan sumur tradisional yang selama ini menjadi sumber penghidupan warga.
Aksi Penolakan di Lapangan
Sehari setelah rapat, Sabtu (11/10/2025), para penambang mulai melakukan aksi bentang poster dan spanduk protes di area sekitar lokasi penambangan. Dari pantauan di lapangan, sejumlah spanduk besar dengan tulisan tegas terbentang di depan gerbang masuk wilayah Ledok.
Salah satu spanduk bertuliskan:
“Kami penambang sumur tua Desa Ledok bersatu menolak keras alih kelola sumur penambangan tradisional! Kami ada, kami jujur, jangan anggap sumur kami ilegal dan sumur idle.”
Spanduk lain menyoroti keterlibatan PT Blora Patra Energi (BPE) sebagai BUMD milik Pemerintah Kabupaten Blora, yang diduga ikut dalam proses alih kelola.
Tertulis dalam spanduk:
“Hai para elit BUMD Blora (PT BPE), jangan raup uang kami terus tapi kinerja Anda tidak pecus! Anda makan dari hasil penambang minyak di Ledok tapi semena-mena.”
Kecurigaan terhadap Kolaborasi BUMD dan Pertamina
Salah satu penambang, sebut saja PN, mengungkapkan kekecewaannya atas langkah pemerintah dan Pertamina yang dianggap tidak berpihak pada masyarakat lokal.
“Kami merasa ditinggalkan. Selama ini kami yang menggali, menimba, dan menjaga sumur-sumur tua ini. Sekarang setelah tahu potensinya besar, justru mau diambil alih dengan alasan legalitas dan optimalisasi produksi,” ujar PN kepada wartawan di lokasi.
PN juga menuding bahwa kebijakan tersebut sarat kepentingan bisnis antara pihak Pertamina EP dan PT BPE, yang diduga “bersekongkol” dalam memanfaatkan legalitas pemerintah untuk mengambil keuntungan dari sumber daya rakyat.
“Kami tidak menolak perbaikan, tapi jangan rampas hak kami yang sudah turun-temurun. Kalau alasannya legalitas, ayo duduk bareng, bukan tiba-tiba diumumkan alih kelola tanpa musyawarah,” tegasnya.
Sementara itu, baik Giri Nurbaskoro selaku Dirut PT BPE maupun Fikri dari Humas Pertamina EP Cepu enggan menjawab pertanyaan awak media saat dikonfirmasi terkait adanya penolakan dari para penambang Ledok ini.
Tuntutan Penambang
Dalam pernyataan bersama, para penambang Ledok menyampaikan tiga tuntutan utama:
- Pemerintah dan Pertamina EP menghentikan sementara proses alih kelola hingga ada kesepakatan dengan warga penambang.
- PT BPE diminta tidak lagi mengklaim keterlibatan atau kepemilikan atas sumur-sumur tradisional Ledok.
- Diperlukan pembentukan tim independen yang melibatkan perwakilan penambang, pemerintah daerah, akademisi, dan aparat hukum untuk mengkaji ulang dasar hukum alih kelola tersebut.
Latar Belakang
Kawasan Ledok Field merupakan salah satu wilayah penghasil minyak tua di Blora yang telah dieksplorasi sejak zaman Belanda. Aktivitas penambangan tradisional oleh warga telah berlangsung puluhan tahun dan menjadi tumpuan ekonomi ribuan keluarga.
Namun dalam beberapa tahun terakhir, muncul kebijakan pemerintah yang mendorong optimalisasi sumur idle dengan melibatkan Pertamina EP, yang memicu kekhawatiran akan hilangnya mata pencaharian warga lokal.
Reporter: Jayusman
Editor: Gunaidik